Sabtu, 27 November 2010
Cool Illustration
Well guys, sekarang gua mau publish beberapa Art dari temen gua, yg pastinya cool abis.. So, Cekidot;
By Dika Permana:
Credit By S. Seno:
By Ryan Praditya:
By Me:
So, keren gak? Khusus gambar gua sendiri, ditaruh paling bawah. Soalnya jelek, awkakwa..
Dah dulu ya, Bye~~
By Dika Permana:
Wow! |
When Ghost Come Out |
The Sweetland |
CMYK Addicted |
The Oxigent |
Credit By S. Seno:
I Can Breathe In Space |
By Ryan Praditya:
Plerosaurus |
By Me:
Lucas, Dawn, Barry |
So, keren gak? Khusus gambar gua sendiri, ditaruh paling bawah. Soalnya jelek, awkakwa..
Dah dulu ya, Bye~~
Label:
My Info
|
2
komentar
Minggu, 21 November 2010
Funny With Pokemon
Guys, gimana FF nya? bagus gak? ehehe..
sorry ya klo ini emang buat postingan sampah, tpi gua mau publish aja. Soalnya tadi gua cari gambar di DeviantArt, lumayan juga sih.
Cekidot;
Dah ya All, gua sudahi Posting blog gua hari ini --- Bye~~
sorry ya klo ini emang buat postingan sampah, tpi gua mau publish aja. Soalnya tadi gua cari gambar di DeviantArt, lumayan juga sih.
Cekidot;
Chibi Staraptor |
Pika Pika |
Charizard Fly! |
Baby Reshiram & Zekrom |
Infernape Vs Empoleon |
Lucario Aura Sphere |
Tsutarjaa |
Pokemon Pack |
Dah ya All, gua sudahi Posting blog gua hari ini --- Bye~~
Sabtu, 20 November 2010
Harvest Moon Fanfic (Chapter 10 - Riding The Scree)
Tiga hari berlalu dengan cepat. Aku masih belum bertindak lebih jauh semenjak “pengakuan” Karen waktu itu. Kulelehkan kekhawatiranku menjadi keringat dengan menggarap lahan, tanpa tahu apa yang harus kulakukan. Hanya ketenangan ladangku yang menemani disaat malam tiba.
Sial, aku jadi makin banyak memikirkan dia. Tapi aku memang harus memikirkan dia. Dan kenapa harus Karen? Bukan Elli atau yang lainnya? Kenapa harus si galak itu? Takdir memang bisa jahat. Dan kebetulan saja aku yang terkena getahnya. Sungguh terlalu. Tapi tidak, aku harus tetap berjalan dan berjalan. Lagipula aku ini laki-laki, aku harus bisa menaklukkan wanita.
Aku harus bisa mendekatinya. Memangnya bagaimana lagi? Tiada pertanyaan tanpa jawaban, dan keputusan ini sudah bulat. Aku akan mendekatinya, agar dia mencintaiku. Perasaanku? Sebenarnya aku suka padanya, tapi aku juga suka pada orang lain. Ah sudahlah, pilihan memang harus dibuat. Lalu tunggu apa lagi?
Setelah berdandan aku langsung pergi ke toko tempat Karen berada. Bagaimana caranya aku mendekatinya? Mungkin.. kita bisa mulai dari hal-hal yang kecil. Sedikit bicara dan mungkin membantu orangtuanya disana bisa membantu untuk membuatku lebih dekat. Hmm hmm. Bagus. Terus melangkah, hingga akhirnya tiba di depan toko mungil itu. Terpintas di pikiran bagaimana toko ini akan menjadi rumah cintaku. Ah, tidak, terlalu tidak senonoh.
Setelah beberapa lama berjalan, tibalah pula aku di toko kecil itu. Aku langsung masuk dan ternyata di dalam hanya ada Jeff, ayah Karen yang menunggui kasir. Hanya satu hal yang harus kulakukan, aku tak bisa mundur.
“Jeff, bisakah aku kerja sambilan disini?”
Dia langsung terkejut. Jelas.
“Untuk apa?”
“Eng… sebenarnya aku sedang kurang uang.. dan..”
Dia hanya diam, beberapa lama. Terus diam. Hanya diam, hingga Sasha istrinya datang. Dengan muka tidak senang. Sepertinya ia mendengar percakapan kami dari belakang.
“Jeff, apa apaan ini? Sudah terima saja Jack kerja disini! Kamu selalu saja memikirkan uang!”
Seperti biasa, dia selalu marah-marah, khas wanita seusianya. Untungnya dia baik padaku.
“Tapi, bagaimana dengan toko kita…” Jeff masih membantah sebelum ucapannya terpotong oleh pandangan mata Sasha yang menohok.
“..Baiklah.”
Akhirnya. Sekarang aku tahu kenapa ibu selalu disebut malaikat hidup. Aku tidak pernah merasakan kebaikan seorang ibu, jadi dulu aku tidak tahu. Dan sekarang aku tahu bagaimana seorang ibu berbaik hati pada setiap orang, bahkan yang bukan anaknya sendiri. Nikmat sekali. Satu langkah lebih maju!
“Terima kasih banyak!” kataku sembari membungkuk penuh hormat pada mereka berdua.
Dan akhirnya aku bekerja sambilan disana. Pekerjaanku? Menjaga kasir (terutama saat Jeff pergi ke dokter atau restoran), menyapu halaman atau membereskan rak. Uang yang kuterima sedikit, tapi peduli setan, aku sebenarnya punya banyak uang warisan dan bekal dari tempatku dulu di rumah. Ini hanya strategi taktis saja.
Tapi hari sudah mulai sore, dan Karen tak nampak. Aku menyapu halaman yang kotor, menunggunya di depan pintu dan berpikir. Apa yang kulakukan saat ini sungguh pantas untuk ditertawakan. Sebenarnya lucu sekali sampai seperti ini aku berjuang. Rasanya dulu aku ini orang yang malas, tidak seperti ini. Hahahahaha.
“Kenapa kau ada di sini? L-lagian ketawa sendiri lagi! Terus bawa sapu! Apa-apaan ini?”
Ternyata dia sudah datang.
“Karen! Dari mana saja?” sepertinya aku terlalu gembira.
“Apa maksudmu ‘dari mana saja’? Memangnya kau pemilik rumah ini? Dan jelaskan kenapa kau ada di sini sore-sore begini!”
Ah, kehangatan.
“Aku sekarang kerja sambilan disini.” Kataku, terkuasai kegembiraan.
“Apa? J-jangan bercanda! U-u-untuk apa?”
“Tentu saja untukmu.”
Dan Karen langsung menendang perutku. Oh, sialan. Nikmatnya tendangan penuh cinta. Dengan susah payah aku berdiri dan bertanya,
“Kenapa kau menendangku?”
“Dasar bodoh! Siapa yang tidak marah ka-kalau kau bicara begitu! Tolol!” kata-katanya pedas, namun mukanya amat merah. Sinyal baik.
Dia langsung pergi, masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Sementara aku hanya bersiul-siul merdu. Lidahku terasa amat sangat manis, aneh sekali. Mungkin pepatah bahwa kemenangan itu manis harus diganti dengan cinta itu manis, untukku. Aku takkan lupa wajahnya yang sangat cantik saat memerah itu. Sangat sangat menawan. Oh, apakah aku sudah jatuh cinta padanya?
Tak ada yang tahu kecuali diriku sendiri.
Sial, aku jadi makin banyak memikirkan dia. Tapi aku memang harus memikirkan dia. Dan kenapa harus Karen? Bukan Elli atau yang lainnya? Kenapa harus si galak itu? Takdir memang bisa jahat. Dan kebetulan saja aku yang terkena getahnya. Sungguh terlalu. Tapi tidak, aku harus tetap berjalan dan berjalan. Lagipula aku ini laki-laki, aku harus bisa menaklukkan wanita.
Aku harus bisa mendekatinya. Memangnya bagaimana lagi? Tiada pertanyaan tanpa jawaban, dan keputusan ini sudah bulat. Aku akan mendekatinya, agar dia mencintaiku. Perasaanku? Sebenarnya aku suka padanya, tapi aku juga suka pada orang lain. Ah sudahlah, pilihan memang harus dibuat. Lalu tunggu apa lagi?
Setelah berdandan aku langsung pergi ke toko tempat Karen berada. Bagaimana caranya aku mendekatinya? Mungkin.. kita bisa mulai dari hal-hal yang kecil. Sedikit bicara dan mungkin membantu orangtuanya disana bisa membantu untuk membuatku lebih dekat. Hmm hmm. Bagus. Terus melangkah, hingga akhirnya tiba di depan toko mungil itu. Terpintas di pikiran bagaimana toko ini akan menjadi rumah cintaku. Ah, tidak, terlalu tidak senonoh.
Setelah beberapa lama berjalan, tibalah pula aku di toko kecil itu. Aku langsung masuk dan ternyata di dalam hanya ada Jeff, ayah Karen yang menunggui kasir. Hanya satu hal yang harus kulakukan, aku tak bisa mundur.
“Jeff, bisakah aku kerja sambilan disini?”
Dia langsung terkejut. Jelas.
“Untuk apa?”
“Eng… sebenarnya aku sedang kurang uang.. dan..”
Dia hanya diam, beberapa lama. Terus diam. Hanya diam, hingga Sasha istrinya datang. Dengan muka tidak senang. Sepertinya ia mendengar percakapan kami dari belakang.
“Jeff, apa apaan ini? Sudah terima saja Jack kerja disini! Kamu selalu saja memikirkan uang!”
Seperti biasa, dia selalu marah-marah, khas wanita seusianya. Untungnya dia baik padaku.
“Tapi, bagaimana dengan toko kita…” Jeff masih membantah sebelum ucapannya terpotong oleh pandangan mata Sasha yang menohok.
“..Baiklah.”
Akhirnya. Sekarang aku tahu kenapa ibu selalu disebut malaikat hidup. Aku tidak pernah merasakan kebaikan seorang ibu, jadi dulu aku tidak tahu. Dan sekarang aku tahu bagaimana seorang ibu berbaik hati pada setiap orang, bahkan yang bukan anaknya sendiri. Nikmat sekali. Satu langkah lebih maju!
“Terima kasih banyak!” kataku sembari membungkuk penuh hormat pada mereka berdua.
Dan akhirnya aku bekerja sambilan disana. Pekerjaanku? Menjaga kasir (terutama saat Jeff pergi ke dokter atau restoran), menyapu halaman atau membereskan rak. Uang yang kuterima sedikit, tapi peduli setan, aku sebenarnya punya banyak uang warisan dan bekal dari tempatku dulu di rumah. Ini hanya strategi taktis saja.
Tapi hari sudah mulai sore, dan Karen tak nampak. Aku menyapu halaman yang kotor, menunggunya di depan pintu dan berpikir. Apa yang kulakukan saat ini sungguh pantas untuk ditertawakan. Sebenarnya lucu sekali sampai seperti ini aku berjuang. Rasanya dulu aku ini orang yang malas, tidak seperti ini. Hahahahaha.
“Kenapa kau ada di sini? L-lagian ketawa sendiri lagi! Terus bawa sapu! Apa-apaan ini?”
Ternyata dia sudah datang.
“Karen! Dari mana saja?” sepertinya aku terlalu gembira.
“Apa maksudmu ‘dari mana saja’? Memangnya kau pemilik rumah ini? Dan jelaskan kenapa kau ada di sini sore-sore begini!”
Ah, kehangatan.
“Aku sekarang kerja sambilan disini.” Kataku, terkuasai kegembiraan.
“Apa? J-jangan bercanda! U-u-untuk apa?”
“Tentu saja untukmu.”
Dan Karen langsung menendang perutku. Oh, sialan. Nikmatnya tendangan penuh cinta. Dengan susah payah aku berdiri dan bertanya,
“Kenapa kau menendangku?”
“Dasar bodoh! Siapa yang tidak marah ka-kalau kau bicara begitu! Tolol!” kata-katanya pedas, namun mukanya amat merah. Sinyal baik.
Dia langsung pergi, masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Sementara aku hanya bersiul-siul merdu. Lidahku terasa amat sangat manis, aneh sekali. Mungkin pepatah bahwa kemenangan itu manis harus diganti dengan cinta itu manis, untukku. Aku takkan lupa wajahnya yang sangat cantik saat memerah itu. Sangat sangat menawan. Oh, apakah aku sudah jatuh cinta padanya?
Tak ada yang tahu kecuali diriku sendiri.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu, dan tanda-tanda yang tampak makin jelas dan cerah. Dia suka padaku namun menutup-nutupinya dengan sikapnya yang pura-pura galak itu. Sangat mudah untuk dipecahkan, karena di balik cangkang yang keras itu tersembunyi hati yang murni. Rasanya aku pernah mendengar kalimat itu dari seseorang tapi dimana? Tak usah dipikirkan.
Aku memulai rutinitas baruku di pagi hari dan langsung pergi ke toko Jeff. Mungkin langkah-langkah maju itu menjadi lebih cepat sekarang, dan aku sudah sangat rindu padanya. Oh, indahnya hidup jika dilihat dari kacamata halusinasi cinta. Namun lamunanku dibuyarkan saat aku dihentikan seseorang di tengah jalan.
“Hai, Jack! Cepat ikut aku!”
“Elli? Ada apa ini?”
“Sudah, cepat!”
Apa apaan ini? Elli, jangan merusak rencanaku! Aku sudah menentukan pilihan! Ada apa ini? Hei, Elli! Aku memang suka padamu, namun tidak sebesar pada Karen! Sial, rencanaku terganggu kalau begini. Kemana pula dia ingin membawaku? Semoga saja bukan tempat yang buruk.
Rabu, 17 November 2010
World Industries (Tech Deck Sponsor)
Well guys, sekarang gua lagi seneng banget loh! Mau tahu kenapa?
soalnya, gua dah bisa mempelajari cara main permainan baru/bisa disebut tech deck? apa itu tech deck? -_-
So, tech deck itu adalah semacam alat yang memang mirip dengan skateboard (tapi lebih kecil, dan dimainkan dengan jari).
Disekolah gua, tech deck ini sudah sngat terkenal. Sampai2 ada yg jualan diskolah, wkwkw ..
Gua belajar tech deck udah dri dulu, susah bnget loh. Tapi dari pada belajar skate yg beneran (terus gak bisa main, eh kesandung!) kan gak lucu, wkwkw. Makanya gua rela2in beli tech deck, ya.. walaupun harganya (buat ukuran sekecil gitu) mahal, tapi gak apa2 deh, yg pnting gua dah bisa ngerasain jadi skaters.
Buat sponsor tech deck, bnyak bgt sih. Tapi, gua lebih suka sponsor2 World Industries, soalnya gambarnya itu keren2 dan lucu2. Hehehe
Anyway, buat gambar nya gua ada sedikit nih:
So, keren gak? buat world industries ada karakter2 gambar yg ngisi tech deck itu. Kyak gini:
Lumayan kan? dah ya all, gua pamit (mau main tech deck lagi), hahaha. Bye ^^- (Sundul Gan!)
soalnya, gua dah bisa mempelajari cara main permainan baru/bisa disebut tech deck? apa itu tech deck? -_-
So, tech deck itu adalah semacam alat yang memang mirip dengan skateboard (tapi lebih kecil, dan dimainkan dengan jari).
Disekolah gua, tech deck ini sudah sngat terkenal. Sampai2 ada yg jualan diskolah, wkwkw ..
Gua belajar tech deck udah dri dulu, susah bnget loh. Tapi dari pada belajar skate yg beneran (terus gak bisa main, eh kesandung!) kan gak lucu, wkwkw. Makanya gua rela2in beli tech deck, ya.. walaupun harganya (buat ukuran sekecil gitu) mahal, tapi gak apa2 deh, yg pnting gua dah bisa ngerasain jadi skaters.
Buat sponsor tech deck, bnyak bgt sih. Tapi, gua lebih suka sponsor2 World Industries, soalnya gambarnya itu keren2 dan lucu2. Hehehe
Anyway, buat gambar nya gua ada sedikit nih:
Tech Deck |
World Industries |
So, keren gak? buat world industries ada karakter2 gambar yg ngisi tech deck itu. Kyak gini:
Flameboy |
Wet Willy |
Death Willy |
Lumayan kan? dah ya all, gua pamit (mau main tech deck lagi), hahaha. Bye ^^- (Sundul Gan!)
Label:
--Saikoo Experience--
|
0
komentar
Minggu, 14 November 2010
Lalala To Your Heart (Pokemon DP Last Ending)
Lirik lagu ini, saya persembahkan buat para saudaraku yg sedang kesusahan disana, mdh2an dgn ini, saya bisa turut membantu walaupn hnya lewat Posting Blog. #prayforindonesia
-Kimi no mune ni lalala
yume wo egake La La La kokoro kara negaeba kitto kanau kara onaji sora ni La La La kikoetekuru La La La hibikiau melody yuuki no kane narasu darou... kimi ga afuretekuru kaze ga tooru kusa no michi kagerou yureru sono mukou mabushii egao sono mama kana... nanimokamo hitori ja sa umaku wa ne ikanai kedo sukoshizutsu ippozutsu GO SHINE susumou boku no mune ni La La La todoitekuru La La La kujiketa toki ni wa kikoeru sono koe onaji toki wo La La La ayundeyuku La La La itsumademo bokura zuutto SUPESHARU na nakama sa umarete kara itsumo dareka ni mamoraretekita soshite itsuka mune no naka yuzurenai yume mebaeta ne jikan wa sa ichibyou mo makimodoshi dekinai kara furimukazu osorezuni GO SMILE tsukamou kimi no mune ni La La La yume wo egake La La La dare yori ganbaru kimi ga suki dakara hikaru asa ni La La La kaze ni notte La La La tsutaeau omoi kimi to kiseki wo okosu darou La La La La La La La La La La La La La La La La La La kokoro kara negaeba kitto kanau kara La La La La La La La La La La La La La La La La La La hibikiau melody yuuki no kane narasu darou...
Label:
My Lyrics
|
0
komentar
Sabtu, 13 November 2010
Feebas - The Legend of Pokemon in my GBA
Hello all, buat ff HM yg blom selesai, gua sbg Author mohon maaf. Soalnya kehambat UTS. hehe.
Buat Posting yg satu ini, adalah kekesalan gua sma 1 spesies pokemon yg namanya udah ada dijudul posting, soalnya ini satu2 nya pokemon yg paling susah didapetin, dri beberapa legend yg ada di emerald, waw..
penasaran (pasti enggak) liat biografinya dulu deh:
Finding Feebas
Feebas is an elusive find along Route 119. Instead of fishing in any location as customary with most Pokémon, Feebas is located in only six water blocks along the route. There is no easy method to determine which block contains Feebas, as the only way is to drop a line into each and every water block on the route. Once hooked, however, Feebas is an easy catch.
Udah? nah pas gua coba di gameboy, ternyata gak ada hasil. 3 jam nyari dgn susah payah, fyuhh.
Dan akhirnya gua nyerah dgn keyakinan gua ngelengkapin PokeDex. zzzzz
Dah ye all, itu dulu aja. maaf klo gak jelas. Bye --
Feebas |
>> Pokemon jelek paling langka sedunia
Label:
--Saikoo Experience--
|
0
komentar
Senin, 01 November 2010
Harvest Moon Fanfic (Chapter 9 - You Know, You Know)
Kembali bangun di pagi hari. Sepertinya memang semua aktivitas dimulai dari pagi hari. Kodrat manusia yang sudah disusun sejak awal, entah siapa yang menyusun. Karena manusia adalah seperti buku-buku yang sudah ditulisi riwayat hidupnya oleh sang pemilik buku, dikeluarkan dari rak, dan dikembalikan lagi pada rak. Siklus kehidupan memang banyak sekali penggambarannya, analoginya.
Aku banyak menghabiskan waktuku untuk berpikir, memikirkan apa hal yang sudah kulakukan sebelumnya. Meskipun, sekarang tidak kubiasakan lagi karena sekarang aku harus, tidak bisa tidak berpikir dengan cepat. Seorang petani, terutama pada awal musim tanam tidak boleh berleha-leha dalam menentukan tanaman apa yang akan ditanam. Apalagi untuk mendapatkan uang.
Sampai saat ini aku masih merugi. Bagaimana caranya aku mendapat uang cepat? Sementara lahan baru kubuka sedikit, dan tanaman yang baru kutanam juga sedikit. Orang sepertiku memang selalu bicara lebih dahulu sebelum bertindak. Terlalu termakan sugesti dan bayangan, impian yang masih di ujung langit namun karena sebuah fatamorgana bernama ambisi serasa berada di ujung bulu mata.
Tapi.. sebenarnya tidaklah buruk berada di tengah-tengah hidup desa yang lambat dan santai, selama kau bisa membawa dirimu sendiri untuk menikmatinya. Seperti biasa, rutinitas pagi yang tak usah kujelaskan lagi detailnya, kemudian langsung bekerja di ladang. Kusabit ilalang yang bertebaran dan kusirami tanaman. Setelah itu.. selesai, semua selesai. Aku masih punya banyak waktu tapi tanpa uang. Waktu adalah uang, ironis.
Berarti aku ini orang kaya. Kaya hati, kaya waktu namun tidak kaya materi. Dan.. hei, apa tujuanku kesini? Bukankah untuk mencari siapakah pendamping hidupku, lalu hidup dengan tenang disini? Aku harus secepatnya mencari, siapa dia sebenarnya. Tapi setelah kupikirkan.. apakah penting? Tidak, aku harus fokus. Hanya saja.. mungkin aku bisa temui Walikota untuk mengetahui usia gadis-gadis itu, agar aku bisa tahu siapa, siapakah yang berjanji denganku.
Tanpa banyak berlama-lama, aku langsung bergegas ke rumah Walikota. Tiba dengan cepat, kuketuk pintu rumahnya. Dia sendiri yang membuka.
“Oh, Jack? Ada apa?”
“Aku ingin tahu.. usia orang-orang yang tinggal disini.”
“Untuk apa?” sebercak keheranan menodai wajahnya saat ia bertanya.
Kuceritakan maksudku, berharap dia tahu. Dia hanya membalas dengan tawa kecil dan izin untuk melihat semua data penduduk Mineral Town. Kulihat semua, dan kulihat : semua gadis itu masih berusia sama, 18 tahun, kecuali Mary yang baru berusia 17 tahun dan Karen yang sudah 20 tahun.
Apakah Karen orangnya? Tapi bahkan Mary pun masih memiliki kesempatan. 5 tahun itu cukup untuk mengingat sesuatu. Sial, kenapa ingatan masa kecil pasti selalu samar-samar? Sudahlah, tak ada yang bisa kulakukan soal ini. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya menanyai mereka satu persatu. Ya, menanyai mereka satu persatu! Pasti mereka tahu! Kenapa tidak terbersit di pikiranku saat aku pertama menemui mereka?
Kemudian aku langsung berlari menuju rumah mereka satu persatu. Urutan? Sepertinya yang paling dekat lebih dulu. Popuri. Aku berlari menuju Poultry Farm, dan dia sudah menyambutku. Hanya saja sambutannya bukan sambutan yang kubayangkan.
“Kamu telat, Jack? Sampai lari-lari begitu?”
Telat? Tidak mungkin. Ada apa sebenarnya?
“Hah? Telat?” tanyaku, dengan segenggam keheranan terbungkus dalam nada suaraku.
“Kamu tidak tahu? Hari ini festival ayam. Ayam-ayamku sudah dibawa Rick kesana. Mana ayammu?” di atas kertas terlihat sinis namun pada kenyataannya terdengar manja.
“Aku.. aku tidak punya ayam.”
“Oh. Gak apa-apa, ayo ikut denganku ke Rose Square.” Tanpa menunggu persetujuan dia menarik tanganku.
Kami tiba di Rose Square. Disana ternyata sudah banyak orang, hampir semua penduduk Mineral Town. Aku harus bergerak cepat. Semua orang ada disini, termasuk gadis-gadis itu. Aku bisa menanyai mereka sekaligus! Pertama-tama Popuri, yang paling dekat.
“Popuri, apa kamu ingat pernah berjanji denganku.. 12 tahun yang lalu?”
“Eh?” jelas saja dia kaget.
“Aku serius.”
“Hmm.. aku tidak bisa ingat.”
Baguslah, dia memberikan jawaban seperti itu. Dibandingkan memberi jawaban yang tidak pasti. Oh, sungguh benci aku pada jawaban seperti itu. Hanya memberikan rasa penasaran yang tidak pasti bagiku, membuatku gelisah dan tidak tenang. Kutanyai Ann sekarang.
“Aku..” dia diam sebentar sebelum menjawab, “Aku tidak ingat.”
Satu lagi kucoret dari daftar. Sekarang Mary. Kuhampiri dia, ternyata dia sedang membaca sebuah buku. Kutanyai dia. Satu kali, dia tidak menjawab. Dua kali, dia membenamkan kepalanya dalam buku itu. Cih. Tiga kali, kusambar bukunya hingga akhirnya dia menjawab.
“Aku..tidak tahu. Tidak pernah.”
Hmm, satu lagi yang dicoret. Berikutnya tinggal Elli dan Karen. Sebaiknya kutanyai Elli lebih dulu. Apa aku menaruh harapan padanya? Mungkin saja, aku tidak bisa katakan. Namun, jawaban yang dia berikan tidak seperti perkiraanku.
“Rasanya tidak.”
Tinggal Karen yang tersisa, tapi aku tidak percaya. Dia bersikap galak padaku, dan itu sudah cukup untuk membuatku agak sulit berkomunikasi dengannya. Meskipun ada kalanya dia bersikap baik. Tapi coba saja. Apakah benar dia? Kuhampiri dia, namun belum sempat kuucapkan sepatah kata dia sudah memberondongku dengan kata-katanya.
“Oh, Jack. Mau apa?” sejenak aku merasa ingin mundur, namun kuberanikan diri untuk bertanya.
“Karen, apa kau pernah berjanji dengan seseorang saat kau kecil.. bahwa kau akan menikahinya?”
Diam sebentar. Tiba-tiba wajahnya memerah, membuatnya tampak malu namun tetap cantik bagaikan apel merah yang manis.
“A-apa katamu? Berjanji denganmu? Tidak! Tidak pernah! Dasar mesum!” dan seperti biasanya dia langsung menendangku tepat di perut.
Lagi-lagi aku berlutut kesakitan. Dia langsung pergi, mungkin karena malu. Tapi sekarang aku tahu siapa yang berjanji denganku. Masalah selanjutnya adalah bagaimana dia bisa jujur pada dirinya sendiri.
Aku banyak menghabiskan waktuku untuk berpikir, memikirkan apa hal yang sudah kulakukan sebelumnya. Meskipun, sekarang tidak kubiasakan lagi karena sekarang aku harus, tidak bisa tidak berpikir dengan cepat. Seorang petani, terutama pada awal musim tanam tidak boleh berleha-leha dalam menentukan tanaman apa yang akan ditanam. Apalagi untuk mendapatkan uang.
Sampai saat ini aku masih merugi. Bagaimana caranya aku mendapat uang cepat? Sementara lahan baru kubuka sedikit, dan tanaman yang baru kutanam juga sedikit. Orang sepertiku memang selalu bicara lebih dahulu sebelum bertindak. Terlalu termakan sugesti dan bayangan, impian yang masih di ujung langit namun karena sebuah fatamorgana bernama ambisi serasa berada di ujung bulu mata.
Tapi.. sebenarnya tidaklah buruk berada di tengah-tengah hidup desa yang lambat dan santai, selama kau bisa membawa dirimu sendiri untuk menikmatinya. Seperti biasa, rutinitas pagi yang tak usah kujelaskan lagi detailnya, kemudian langsung bekerja di ladang. Kusabit ilalang yang bertebaran dan kusirami tanaman. Setelah itu.. selesai, semua selesai. Aku masih punya banyak waktu tapi tanpa uang. Waktu adalah uang, ironis.
Berarti aku ini orang kaya. Kaya hati, kaya waktu namun tidak kaya materi. Dan.. hei, apa tujuanku kesini? Bukankah untuk mencari siapakah pendamping hidupku, lalu hidup dengan tenang disini? Aku harus secepatnya mencari, siapa dia sebenarnya. Tapi setelah kupikirkan.. apakah penting? Tidak, aku harus fokus. Hanya saja.. mungkin aku bisa temui Walikota untuk mengetahui usia gadis-gadis itu, agar aku bisa tahu siapa, siapakah yang berjanji denganku.
Tanpa banyak berlama-lama, aku langsung bergegas ke rumah Walikota. Tiba dengan cepat, kuketuk pintu rumahnya. Dia sendiri yang membuka.
“Oh, Jack? Ada apa?”
“Aku ingin tahu.. usia orang-orang yang tinggal disini.”
“Untuk apa?” sebercak keheranan menodai wajahnya saat ia bertanya.
Kuceritakan maksudku, berharap dia tahu. Dia hanya membalas dengan tawa kecil dan izin untuk melihat semua data penduduk Mineral Town. Kulihat semua, dan kulihat : semua gadis itu masih berusia sama, 18 tahun, kecuali Mary yang baru berusia 17 tahun dan Karen yang sudah 20 tahun.
Apakah Karen orangnya? Tapi bahkan Mary pun masih memiliki kesempatan. 5 tahun itu cukup untuk mengingat sesuatu. Sial, kenapa ingatan masa kecil pasti selalu samar-samar? Sudahlah, tak ada yang bisa kulakukan soal ini. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya menanyai mereka satu persatu. Ya, menanyai mereka satu persatu! Pasti mereka tahu! Kenapa tidak terbersit di pikiranku saat aku pertama menemui mereka?
Kemudian aku langsung berlari menuju rumah mereka satu persatu. Urutan? Sepertinya yang paling dekat lebih dulu. Popuri. Aku berlari menuju Poultry Farm, dan dia sudah menyambutku. Hanya saja sambutannya bukan sambutan yang kubayangkan.
“Kamu telat, Jack? Sampai lari-lari begitu?”
Telat? Tidak mungkin. Ada apa sebenarnya?
“Hah? Telat?” tanyaku, dengan segenggam keheranan terbungkus dalam nada suaraku.
“Kamu tidak tahu? Hari ini festival ayam. Ayam-ayamku sudah dibawa Rick kesana. Mana ayammu?” di atas kertas terlihat sinis namun pada kenyataannya terdengar manja.
“Aku.. aku tidak punya ayam.”
“Oh. Gak apa-apa, ayo ikut denganku ke Rose Square.” Tanpa menunggu persetujuan dia menarik tanganku.
Kami tiba di Rose Square. Disana ternyata sudah banyak orang, hampir semua penduduk Mineral Town. Aku harus bergerak cepat. Semua orang ada disini, termasuk gadis-gadis itu. Aku bisa menanyai mereka sekaligus! Pertama-tama Popuri, yang paling dekat.
“Popuri, apa kamu ingat pernah berjanji denganku.. 12 tahun yang lalu?”
“Eh?” jelas saja dia kaget.
“Aku serius.”
“Hmm.. aku tidak bisa ingat.”
Baguslah, dia memberikan jawaban seperti itu. Dibandingkan memberi jawaban yang tidak pasti. Oh, sungguh benci aku pada jawaban seperti itu. Hanya memberikan rasa penasaran yang tidak pasti bagiku, membuatku gelisah dan tidak tenang. Kutanyai Ann sekarang.
“Aku..” dia diam sebentar sebelum menjawab, “Aku tidak ingat.”
Satu lagi kucoret dari daftar. Sekarang Mary. Kuhampiri dia, ternyata dia sedang membaca sebuah buku. Kutanyai dia. Satu kali, dia tidak menjawab. Dua kali, dia membenamkan kepalanya dalam buku itu. Cih. Tiga kali, kusambar bukunya hingga akhirnya dia menjawab.
“Aku..tidak tahu. Tidak pernah.”
Hmm, satu lagi yang dicoret. Berikutnya tinggal Elli dan Karen. Sebaiknya kutanyai Elli lebih dulu. Apa aku menaruh harapan padanya? Mungkin saja, aku tidak bisa katakan. Namun, jawaban yang dia berikan tidak seperti perkiraanku.
“Rasanya tidak.”
Tinggal Karen yang tersisa, tapi aku tidak percaya. Dia bersikap galak padaku, dan itu sudah cukup untuk membuatku agak sulit berkomunikasi dengannya. Meskipun ada kalanya dia bersikap baik. Tapi coba saja. Apakah benar dia? Kuhampiri dia, namun belum sempat kuucapkan sepatah kata dia sudah memberondongku dengan kata-katanya.
“Oh, Jack. Mau apa?” sejenak aku merasa ingin mundur, namun kuberanikan diri untuk bertanya.
“Karen, apa kau pernah berjanji dengan seseorang saat kau kecil.. bahwa kau akan menikahinya?”
Diam sebentar. Tiba-tiba wajahnya memerah, membuatnya tampak malu namun tetap cantik bagaikan apel merah yang manis.
“A-apa katamu? Berjanji denganmu? Tidak! Tidak pernah! Dasar mesum!” dan seperti biasanya dia langsung menendangku tepat di perut.
Lagi-lagi aku berlutut kesakitan. Dia langsung pergi, mungkin karena malu. Tapi sekarang aku tahu siapa yang berjanji denganku. Masalah selanjutnya adalah bagaimana dia bisa jujur pada dirinya sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)
Blogger Statistic
Label
- --Saikoo Experience-- (37)
- Awesome Things (48)
- Cerita (18)
- My Fanfic (16)
- My Info (27)
- My Lyrics (10)
- My Poem (8)
- Nyolot :D (22)
- Something (3)
Blog Teman
Re-Writeless
Meaningless article, but useful in the future
Hell Crew
About Me
- Deny Saputra
- A player of world, nerd, disguiser, and a scholar of SMAN 12 Jakarta. For further information: denyjfp@gmail.com